|
Sesepuh Sedulur Sikep Mbah Lasiyo&Mbah Waini
foto-Dimas Parikesit |
Tak banyak orang yang mengenal siapa Suro Samin atau yang akrab di panggil Mbah Engkrek tapi bagi pengikutnya dan anak cucunya, beliau adalah sosok yang patut jadi panutan dan juga bijak. Beliau adalah tokoh penyebar ajaran sikep yang ada di Blora khususnya dan di berbagai daerah lainnya.
Samar memang riwayat tentang beliau. beliau wafat di usia 102 th, (1845-1947) beliau wafat di klopoduwur dan di makamkan di pemakaman umum Desa Klopoduwur.
Sebelum Mbah Engkrek wafat berpesan kepada anak cucunya jika nanti beliau meninggal tidak perlu dimakamkan khusus,karena semasa hidupnya beliau berada di tengah-tengah masyarakat, jika meninggal pun tetap berada di antara mereka.
Beliau pun tidak ingin petilasan/makamnya di keramatkan dan di jadikan tempat pemujaan. Jika memuja dan meminta-minta, memuja dan memintalah kepada Tuhanmu.
Menurut cerita dari anak cucu dan pengikutnya, gambar/fotonya beliau pun tidak bisa diambil meskipun berulang-ulang hanya klise kosong tanpa gambar, entah kebetulan atau tidak namun begitu adanya, namun ciri-ciri beliau yang selalu berpakaian serba hitam dan mengenakan ikat kepala,masih melekat di ingatan anak cucu dan pengikutnya.
Bukti-bukti
keberadaan beliau lainnya adalah rumah peninggalan beliau yang sekarang di jadikan
masjid di Klopoduwur. Ada cerita menarik dari rumah beliau, pada saat
mendirikan bangunan rumah tersebut dengan 9 orang termasuk Mbah Engkrek, 9
orang tersebut melakukan tapa bisu (puasa
berbicara) tanpa berkomunikasipun rumah tersebut mampu berdiri dengan kokoh dan
keunikan lainnya adalah tali pengait antara tiang dan atap penyangga hanya di
ikat dengan tali tutus ( tali dari
bambu muda yang dikerat ) . Sebelum Mbah
Engkrek ganti sandangan (wafat)
memberikan wasiat kepada anak cucunya “
sok yen aku wis ganti sandangan anak putuku ora ono sing biso panggoni omah
iki, tapi yen sing duwe teko wenehke” ( jika nanti aku sudah
wafat/meninggal anak cucuku tidak ada yang bisa tempati rumah ini, apa bila
yang punya datang berikan), ucapan beliau mengajarkan pada kita bahwa segala
sesuatu yang kita miliki di dunia ini tidak akan kita bawa mati dan semua akan
kembali kepada Tuhan YME. Lalu rumah tersebut di wakafkan kepada desa untuk
dijadikan masjid karena tahun 80-an di Klopoduwur tidak ada masjid. Peninggalan
lainnya dari beliau adalah situs prapatan yang tak jauh dari pendopo kampung
samin, situs prapatan dulunya di gunakan Mbah engkrek untuk memberikan wejangan (petunjuk/arahan) kepada
pengikutnya. Di tempat ini pula masih digunakan Mbah Lasiyo dan pengikutnya
setiap malam selasa dan malam jum’ad untuk berkumpul mohon petunjuk kepada
leluhur.
|
Situs Prapatan,Mbah Lasiyo (di atas batu) memberikan wejangan (arahan) kepada pengikutnya
foto-Dimas Parikesit |
|
Masjid Baitul Hadi,Ds.Klopoduwur dengan bangunan pokok rumah peninggalan Mbah Engkrek |
Sering kali peneliti, pemerhati budaya dan pengunjung menanyakan hubungan Mbah Lasiyo dengan
Suro Sentiko, dengan logat jawa yang khas Mbah Lasiyo selaku sesepuh dan generasi ke 4 (empat) dari Mbah Engkrek meluruskan pertanyaan
tersebut,
“Suro Sentiko niku mboten nopo-nopone kulo,
leluhure kulo nggih Mbah Engkrek niku .Mbah Engkrek engkang nyikal bakal dusun
klopoduwur lan ngajarake lampah sikep. Kulo nate mireng cerito sangking murid Mbah
Engkrek,sak derenge Suro Sentiko ngerek gendero jejulukan Ratu Adil sowan mriki
kepanggih kalian Mbah Engkrek nyuwun pangestu. Lajeng Mbah Engkrek matur iki
durung wayahe lur.. mengko awakmu yen di iket londo banjur kepiye ?,ono coro
kang luwih bechik tanpo larani sedulur liyane. nglurug tanpo bolo, perang tanpo
bebanten lan menang tanpo ngasor ake ”
“Suro
sentiko itu bukan siapa-siapa saya, leluhur saya ya Mbah Engkrek beliau adalah
cikal bakal Klopoduwur dan yang mengajarkan paham sikep. Saya pernah dengar
cerita dari murid Mbah Engkrek, sebelum Suro Sentiko kibarkan bendera dengan
julukan Ratu Adil menemui Mbah Engkrek minta ijin.Lalu Mbah Engkrek berkata ini
belum waktunya lur..(sedulur/saudara) nanti jika di tangkap belanda lalu bagai
mana ? , masih ada cara lain tanpa harus menyakiti saudara lainnya. Seorang
kesatria harus berani menghadapi masalah, bertempur tanpa kekerasan dan menang
tanpa ada yang di rendahkan”. Dengan menyebut dan menganggap mereka sedulur/saudara maka mereka akan luluh dengan sendirinya.
Dan pemberontakan itupun terjadi, Suro Sentiko dan beberapa pengikutnya di tangkap Belanda kemudian di asingkan di Sawahlunto, Padang, Sumatra Barat hingga meninggal disana.
Adapun ajaran-ajaran Mbah Engkrek yang jadi pedoman (paugeran) Sedulur Sikep Karangpace hingga sekarang.
Panca Sesanti Sedulur Sikep Samin ( Lima Pedoman Sedulur Sikep Samin )
- Seduluran (persaudaraan)
- Ora seneng memungsuhan (cinta damai)
- Ora seneng rewang (bersifat adil)
- Ojo ngrenah liyan (fitnah)
- Eling sing kuwoso (berketuhanan)
Panca Wewaler Sedulur Sikep Samin ( Lima Aturan Sedulur Sikep Samin )
- Tresno pepadane urip (cinta sesama mahluk hidup)
- Ora nerak wewalerane negoro (taat dengan aturan negara)
- Ora nerak sing dudu sak mestine (hidup berjalan bagai mana mestinya sesuai dengan hukum alam)
- Ora cidra ing janji ( tidak ingkar janji)
- Ora sepoto nyepatani ( tidak mudah ucap sumpah serapah)
|
garis keturunan Mbah Engkrek |